Pengumuman
Sahabat Mading.co.id bisa mempublikasikan karyanya di situs ini secara gratis. Untuk sementara Mading.co.id belum memberikan reward kepada penulis yang karyanya telah dipublikasikan.
Cerpen  

Langit Tetap Biru, Walau Kadang Mendung

Oleh: Ratih Purwasih (SMPN 8 Ds Gedang)

Admin
Cerpen mading.co.id
Gambar ilustrasi oleh Mading.co.id

Nama gue Arka. Kelas 8. Cowok biasa aja, gak populer, gak jago main bola, gak punya gaya rambut keren kayak anak-anak TikTok. Satu hal yang bikin gue beda? Gue sering jadi target.

Entah kenapa, beberapa anak di kelas suka banget nyindir, ngatain, bahkan kadang ngumpulin temen buat ngetawain gue. Dari mulai sepatu gue yang katanya “jadul”, sampe suara gue yang agak cempreng. Awalnya gue coba cuek, tapi lama-lama rasanya kayak digigit semut tiap hari. Kecil, tapi lama-lama bikin bengkak juga.

Gue pernah cerita ke guru. Cuma dibilang, “Sabar ya, Arka. Nanti juga mereka capek sendiri.”
Gue pernah cerita ke nyokap. Dia malah bilang, “Kamu kurang gaul kali, Nak.”
Akhirnya gue berhenti cerita. Dan mulai suka duduk sendiri.

Satu hari, hujan deras banget. Pulang sekolah, anak-anak rame-rame lari ke parkiran. Gue kayak biasa, sendirian nunggu hujan reda di depan perpustakaan. Tas gue basah, sepatu becek, dan hati gue… ya, kayak lap basah bekas pel.

Tiba-tiba, ada suara cewek nyapa dari samping.
“Sendiri mulu, nggak bosen?”

Gue nengok. Namanya Nara. Anak kelas sebelah, duduk di pojokan juga kalau di kelas.

“Udah biasa,” jawab gue pelan.

Dia duduk di sebelah gue, buka jas hujan warna kuning cerah, terus nawarin roti sobek.
“Gue sering liat lo diem sendiri. Mereka jahat ya?”
Gue cuma ngangguk. Mata gue panas, tapi gengsi nangis depan cewek.

“Gue juga dulu pernah gitu, Ark. Mereka nggak ngerti rasanya jadi orang yang beda. Tapi lo tahu gak? Langit itu tetap biru, walau kadang ketutup mendung.”

Gue ngelirik dia. “Maksudnya?”

“Maksudnya… hari buruk itu bakal lewat. Kita cuma perlu bertahan sedikit lagi. Satu hari aja. Lalu besok. Dan besok lagi. Sampai lo sadar, ternyata lo kuat.”

Gue diem. Tapi untuk pertama kalinya, kata-kata orang gak nyakitin gue.
Nara senyum. Lalu berdiri, pas hujannya udah agak reda.
“Ayo pulang. Nanti lo masuk angin.”

Hari itu gue pulang dengan hati aneh. Gak sepenuhnya lega, tapi gak seberat biasanya. Dan malamnya, pas liat langit dari jendela kamar, gue bisik pelan:

“Gue bakal bertahan. Satu hari lagi.”

Informasi : Sahabat Mading dimanapun berada, teman-teman bisa mengirimkan karya ke situs ini. Karya boleh berupa artikel, puisi, cerpen, cerbung ataupun curhatan lainnya. Untuk saat ini, Mading belum menyediakan reward untuk yang mengirimkan tulisan. Enjoy!

Baca cerpen lainnya. Klik disini

Yuk terbitin buku cerpenmu bersama kami. Klik disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *